Sabtu, 25 Mei 2013

Proposal Kualitatif

contoh proposal kualitaif...............ini link nya jika butuh

http://www.4shared.com/archive/FJRd_41z/30_Pratowo_X72110077_Kualitati.html

Minggu, 31 Maret 2013

Makalah Penulisan Karya Ilmiah ''PKI''



BAB I
PENDAHULUAN
 
    A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang mendasar dan wajib dilaksanakan, hal ini terlihat dengan adanya program pemerintah tentang program wajib belajar sembilan tahun guna meminimalkan tingkat pendidikan di Indonesia. Pemerintah memberi peran yang besar dalam hal pendidikan di Indonesia, salah satunya dalam pendanaan berupa bantuan operasional sekolah atau dikenal dengan BOS untuk jenjang sekolah dasar sampai jenjang sekolah menengah pertama. Berkaitan dengan peran pemerintah yang besar itu tampak belum sebanding dengan hasil yang dicapai dalam hal prestasi, setiap tahunnya ada saja siswa yang tidak lulus ujian. Hal ini tidak terlepas dari peranan pendidik maupun peserta didik dalam mengarungi dunia pendidikan, peserta didik akan belajar menggali potensi yang dimiliki dengan baik jika memiliki seorang pendidik/guru yang hebat, hebat dalam arti dapat menguasai proses pembelajaran di kelas sesuai standar kurikulum yang ada. Namun tak semua guru memiliki pemikiran yang sama, tak sedikit pendidik/guru yang hanya menggunakan metode yang sama dalam proses pembelajaran selama bertahun-tahun, peserta didik pun menjadi jenuh dan tak maksimal dalam mengasah potensi dalam dirinya. Mengenai hal tersebut Margaretha Mega Natalia dan Kania Islami Dewi berpendapat bahwa, “Guru harus senantiasa memperbaharui gaya mengajarnya sehingga siswa semakin tertarik, termotivasi, dan tergugah jiwa belajarnya” (2008: 18). Dari pendapat tersebut penulis menyimpilkan bahwa seorang pendidik dituntut menguasai model-model pembelajaran yang kreatif agar peserta didik tidak bosan tentang materi yang disampaikan. Hal tersebut sepaham dengan pendapat Beni S. Ambarjaya, “Guru menciptakan pelajaran yang kreatif agar pengetahuan menjadi sesuatu yang menarik” (2008: 5).  Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidiklah yang menjadi pengendali dalam pembelajaran, seorang pendidik tidak perlu khawatir kehabisan model pembelajaran yang kreatif seperti yang disampaikan oleh  Ahmad Barizi bahwa, “Banyak model pembelajaran di sekolah umum yang bisa diaplikasikan oleh guru” (2009: 92).  Dari hal inilah penulis berkeinginan untuk membuat makalah berjudul “Pembelajaran Kreatif di Sekolah Dasar” untuk menunjukkan pembelajaran kreatif sesuai pengalaman penulis.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kreatif?
2.      Apa pentingnya menerapkan pembelajaran kreatif?

C.     Tujuan
Dalam penulisan makalah ini penulis memiliki tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas, yaitu:
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pembelajaran kreatif.
2.      Untuk mengetahui pentingnya menerapkan pembelajaran kreatif.

D.    Manfaat
Penulisan makalah ini memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1.      Bagi Guru
Dengan makalah ini penulis berharap dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi guru tentang pembelajaran yang kreatif.
2.      Bagi Sekolah/SD
Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan ilmu pengetahuan tentang pembelajaran dalam penyelenggaraan pembelajaran yang kreatif di sekolah.


3.      Bagi Penulis
Manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah untuk mengembangkan pengalaman penulis dalam menuliskan pendapat-pendapatnya, khususnya tentang pembelajaran kreatif.



























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembelajaran Kreatif
1.      Pengertian Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif terdiri dari kata pembelajaran dan kreatif, pembelajaran itu sendiri berasal dari kata belajar. Mengenai pengertian belajar, Suyono dan Hariyanto (2011). Berpendapat bahwa, “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian” (hlm. 9). Selain itu Smith (2002: 284); Bower (1978) (dalam Bandi, 2005) mengatakan bahwa, “Belajar adalah proses perubahan perilaku melalui kegiatan yang dilakuakn atau yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dan tidak berkaitan dengan keadaan perkembangan kedewasaan (maturation), pertumbuhan (growth), atau perkembangan usia seseorang” (hlm. 21). Dari kedua pendapat di atas penulis berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan dari kondisi awal ke kondisi selanjutnya yang menunjukkan adanya suatu perubahan baik positif maupun negatif. Sedangkan kata pembelajaran dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (dalam Udin S. Winataputra, dkk. 2007) mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” (hlm. 1.20). Abdul Majid menambahkan bahwa, “Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan” (hlm. 24). Pendapat tersebut mengarah pada kompetensi pendidik/guru yang harus dikuasai untuk memberdayakan semua potensi peserta didik, salah satunya adalah dengan pembelajaran yang menarik/kreatif. Sri Anitah (2009) juga mengungkapkan tentang teori pembelajaran bahwa, “Teori pembelajaran (instruction), berusaha untuk mempreskripsikan metode-metode mengajar, menciptakan kondisi terbaik untuk membantu peserta didik menguasai pengetahuan dan kemampuan baru” (hlm. 4). Dari pendapat tersebut penulis berpendapat bahwa dalam proses pembelajaran minimal harus ada pendidik/guru dan peserta didik. Selain itu juga ada sumber belajar pada lingkungan dimana pembelajaran itu berlangsung.
Pembelajaran yang dimaksud dalam amakalah ini adalah pembelajaran yang kreatif, mengenai kreatifitas Hurlock (dalam Basuki, 2010) berpendapat bahwa, “Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, dalam bentuk suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru”. Sedangkan Rogers (dalam Basuki, 2010) berpendapat bahwa, “Proses kreatif adalah munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu, dan dari pengalaman yang menekankan pada produk yang baru, interaksi individu dengan lingkungannya atau kebudayaannya”.
Dari semua pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran kreatif adalah proses kegiatan belajar mengajar dengan memaksimalkan semua kemampuan dari unsur-unsur yang terlibat di dalamnya baik dari guru, siswa, maupun sarana dan prasarana yang ada dengan cara yang inovatif/mengikuti perkembangan jaman.
B.     Penerapan Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran Kreatif merupakan tantangan tersendiri bagi pendidik/guru. Guru  dituntut kreatif memberikan suatu pembelajaran sesuai dengan materi yang diberikan. Pembelajaran ini lebih mengarah pada upaya guru dalam memaksimalkan suatu pembelajaran dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki. Seorang pendidik/guru dapat mempertahankan kreatifitas yang dimiliki jika pendidik/guru tersebut selalu santai dalam mengatasi segala masalah. Seperti yang dikemukakan oleh Jordan E Ayan (2002) bahwa, “Orang yang jauh dari ketegangan hidup bakal mampu mempertahankan daya kreatifitasnya”. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa daya pikir kreatif akan selalu ada selagi orang tersebut dalam kondisi yang santai tanpa adanya tekanan dari berbagai hal. Mengenai pembelajaran yang kreatif  Beni S. Ambarjaya (2008) berpendapat:
Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan, diantaranya keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan bertanya, member penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan (hlm. 39).

Dari pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif seorang guru harus memiliki dan menguasai keterampilan-keterampilan dalam mengajar. Keterampilan mengajar akan selalu berkembang jika seorang guru mau terus belajar untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki, tanpa adanya usaha yang serius maka hal itu tidak akan pernah terjadi. Dengan memiliki keterampilan mengajar yang kreatif seorang guru diharapkan tidak akan lagi menjadi figure yang menakutkan bagi peserta didiknya, sehingga peserta didik akan senantiasa memiliki perasaan yang nyaman jika berada dalam proses pembelajaran dan akan senantiasa memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran kreatif adalah proses kegiatan belajar mengajar dengan memaksimalkan semua kemampuan dari unsur-unsur yang terlibat di dalamnya baik dari guru, siswa, maupun sarana dan prasarana yang ada dengan cara yang inovatif/mengikuti perkembangan jaman.
Dalam penerapan pembelajaran kreatif seorang guru harus memiliki dan menguasai keterampilan-keterampilan dalam mengajar. Keterampilan mengajar akan selalu berkembang jika seorang guru mau terus belajar untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki, tanpa adanya usaha yang serius maka hal itu tidak akan pernah terjadi. Dengan memiliki keterampilan mengajar yang kreatif seorang guru diharapkan tidak akan lagi menjadi figur yang menakutkan bagi peserta didiknya, sehingga peserta didik akan senantiasa memiliki perasaan yang nyaman jika berada dalam proses pembelajaran dan akan senantiasa memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran.

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis ingin menyampaikan saran kepada beberapa pihak, diantaranya:
1.      Guru
a.       Guru sebaiknya selalu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dalam pembelajaran.
b.      Guru sebaiknya selalu memberikan pembelajaran yang kreatif serta inovatif agar peserta didik tertarik untuk belajar dengan motivasi tinggi.



2.      Mahasiswa PGSD
a.       Galilah ilmu setinggi mungkin, ciptakan dan kuasai model-model pembelajaran yang kreatif serta menyenangkan untuk diterapkan/diamalkan dalam dunia pendidikan.
b.      Tetap semangat dalam mencari ilmu.


























DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid (2008). PERENCANAAN PEMBELAJARAN. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Ahmad B. (2009). MENJADI GURU UNGGUL. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Bandi Delhpi (2005). Bimbingan Konseling Untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Basuki (2008). Definisi Kreativitas. Diperoleh 12 Mei 2012 dari http://tyaset4.blog.com/2010/02/15/definisi-kreativitas/

Beni S. Ambarjaya (2008). Model-Model Pembelajaran Kreatif. Bandung: TINTA EMAS Publishing.

Jordan E Ayan (2002). Penerapan Pembelajaran Kreatif. Diperoleh 10 Mei 2012 dari http://aurigamaulana.blogspot.com/2012/02/pembelajaran-kreatif.html

Margaretha, M. N. & Kania I. D. (2008). Aplikasi NLP dalam Pembelajaran. Bandung: TINTA EMAS Publishing.

Sri Anitah (2009). Teknologi Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suyono & Hariyanto (2011). BELAJAR dan PEMBELAJARAN. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Udin S.W. dkk. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: UNIVERSITAS TERBUKA.


LAMPIRAN











Makalah MBS PGSD



MAKALAH
 KOMPONEN-KOMPONEN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Mata Kuliah       : Manajemen Berbasis Sekolah


 
Disusun oleh:
Kelompok 2-VI B
Maretnasari                           (X7211057)     / 10
Mar’i Jubaedah                     (X7211058)     / 11
Miswan                                   (X7211059)     / 12
Mukhlas                                 (X7211060)     / 13
Mumpuni Lestari                  (X7211061)     / 14
Muninggar Prastiyani           (X7211062)     / 15
Nanik                                      (X7211063)     / 16
Novi Siami                              (X7211064)     / 17
Novita                                     (X7211065)     / 18



PROGRAM S1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
A.    Kurikulum Dan Pembelajaran
Manajemen kurikulum dan program pengajaran merupakan bagian dari MBS. Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu level sekolah yang paling penting adalah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran
Pengembangan kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak digunakannya Kurikulum 1984, khususnya di sekolah dasar. Muatan lokal lebih didefinisikan lagi pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum 1994, muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi, tetapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan lokal dimaksudkan terutama untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan pengembangan kurikulum sentralisasi, dan bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional, pembangunan regional, maupun pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya.
Kurikulum muatan lokal pada hakekatnya merupakan suatu perwujudan Pasal 38 ayat I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang berbunyi,”Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan.”
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, baik kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler dan instruksional. Manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien.
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola pengajaran bersama dengan guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan oprasional kedalam program tahunan, catur wulan dan bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan pelajaran, wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar. Berikut diperinci beberapa prinsip yang harus diperhatikan :
1.      Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin oprasional tujuan, makin mudah terlihat dan makin tepat program-programyang dikembangkan untuk mencapai tujuan.
2.      Program itu harus sederhana dan fleksibel.
3.      Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4.      Program yang dikembangkanharus menyeluruh dan harus jelas pencapaiannya.
5.      Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di sekolah.
Dari pada itu, perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan perbaikan pengajaran serta pengisian waktu jam kosong.

B.     Tenaga Kependidikan
Menurut Mulyasa (2009), manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Manajemen tenaga kependidikan mencakup:
1.         Perencanaan pegawai
2.        Pengadaan pegawai
3.        Pembinaan dan pengembangan pegawai
4.        Promosi dan mutasi
5.        Pemberhentian pegawai
6.        Kompensasi
7.        Penilaian pegawai
Nurkolis (2003) mengungkapkan bahwa pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Surtosubroto (2010) mengungkapkan bahwa personel sekolah (pegawai sekolah) meliputi unsur guru yang disebut tenaga edikatif dan unsur karyawan yang disebut tenaga administratif. Kepala sekolah wajib mendayagunakan seluruh personal secara efektif dan efisien yang ditempuh dengan jalan memberikan tugas-tugas jabatan yang sesuai dengan kemampuan dan wewenangnya dan oleh karena itu perlu job deskription. Berikut ini kegiatan administratif beserta instrumen yang dipergunakan tentang segala sesuatu yang menyangkut masalah personel sekolah:
a.       Daftar Personel
Memuat idnetitas atau kerangka lengkap tentang diri pegawai atau karyawan yang bersangkutan baik guru maupun tenaga administratif. Keterangan-keterangan ini meliputi; nama lengkap dan idnetitas pribadi yang lain (agama, tempat tinggal, tahun kelahiran, dll), pangkat, jabatan, pendidikan terahir, pendidikan tambahan, dna keadaan keluarga. Selain itu, setiap personel harus disediakan satu map khusus untuk menyimpan arsip-arsip/ surat keterangan yang sah, mungkin berwujud salinan atau fotokopi yang berhubungan erat dengan masalah kepegawaian seperti:
1)      Surat keputusan pengangkatan pegawai
2)      Surat keputusan kenaikan pangkat
3)      Surat keputusan kenaikan gaji terbuka
4)      Salinan/ fotokopi ijazah atau STTB
5)      Surat keterangan tidak terlibat G.30 S/ PKI
6)      Surat-surat nikah
7)      Catatan-catatan penting yang menyangkut diri pegawai atau guru.
Biasanya di ruang kepala skeolah terpampang juga sbeuah daftar nama-nama guru pada papan tulis yang ditulis dengan cat.
b.      Daftar Hadir Guru/ Karyawan
c.       Daftar Konduite
Daftar konduite yaitu daftar yang berisi penilaian terhadap pegawai yang dibuat oleh pimpinan atau atasannya. Aspek-aspek yang dinilai oleh kepala sekolah dalam daftar konduite guru:
1)      Kemampuan kerja (perencanaan program mengajar, kecakapan mengajar, melaksanakan manajemen).
2)      Kerajinan
3)      Kepatuhan disiplin-kerja
4)      Rasa tanggung jawab terhadap tugas negara.
5)      Hubungan kerja sama
6)      Kelakuan di dalam dan di luar kelas
7)      Prakarsa (inisiatif)
8)      Kepemimpinan
9)      Pekerjaan pada umumnya.
d.      Beberapa Hal tentang Usul Kepegawaian
Beberapa usul kepegawaian ini yang pokok ialah:
1)      Usul kenaikan gaji berkala (KGB)
2)      Usul kenaikan pangkat
3)      Usul pengangkatan dalam suatu jabatan tertentu
4)      Usul atau permohonan cuti
5)      Usul pemberian pensiun
6)      Usul pemberhentian pegawai
            Menurut Depdiknas (2007), pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluai kinerja tenaga kerja  sekolah (guru, tenaga administrasi, laporan, dsb.) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut pengupahan/ imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Kesimpulan:
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan adalah suatu manajemen yang bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah yang meliputi unsur guru (tenaga edikatif) dan unsur karyawan (tenaga administratif).

C.    Kesiswaan
Manajemen Kesiswaan atau  manajemen atau manajemen kemuridan (perserta didik) merupakan salah satu bidang operasional MBS. Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta, mulai masuk sampai kjeluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik,melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik  melalui proses  pendidikan  di sekolah.
Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran disekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.  Untuk mencapai tujuan tersebut bidang manajemen kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu Penerimaan Murid Baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan serta pembinaan disiplin.
Berdasarkan tiga tugas utama tersebut Sutisna (1985) menjabarkan tanggungjawab kepala sekolah dalam mengelola bidang Kesiswaan antara lain sebagai berikut:
1.      Kehadiran murid disekolah dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu;
2.      Penerimaan, orientasi, klasifikasi,dan penunjukan murid ke kelas dengan program studi;
3.      Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
4.      Program Supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
5.      Pengendalian disiplin murid;
6.      Program bimbingan dan penyuluhan;
7.      Program kesehatan dan keamanan;
8.      Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional

Penerimaan siswa baru perlu dikelola sedemikian rupa mulai dari perencanaan penentuan daya tampung sekolah atau jumlah siswa baru yang akan diterima, yaitu dengan mengurangi daya tampung dengan jumlah anak yangh tinggal kelas atau mengulang. Kegiatan penerimaan siswa baru (PSB) atau panitia penerimaan murid baru (PMB). Dalam kegiatan ini kepala sekolah membentuk panitia atau menunjuk beberapa orang guru untuk bertanggung jawab dalam tugas tersebut. Setelah  para siswa diterima lalau dilakukan pengelompokan dan orientasi sehingga secara fisik, mental, dan emosional siap untuk mengikuti pendidikan disekolah.
Keberhasilan,kemajuan, dan prestasi belajar para siswa memerlukan data yang otentik, dapat dipercaya, dan memiliki keabsahan. Data ini diperlukan untuk mengetahui dan mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di sekolahnya. Kemajuan belajar siswa ini secara periodik harus dilaporkan kepada orang tua, sebagai masukan untuk berpartisipasi  dalam proses pendididkan  dan membimbing anaknya belajar, baik dirumah maupun disekolah.
Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan anak, tetapi juga sikap kepribadian, serta aspek sosial, emosional, disamping keterampilan-keterampilan lain. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab memberikan berbagai ilmu pengetahuan, tetapi memberi bimbingan dan bantuan terhadap anak-anak yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional, maupun sosial sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan dengan potensi masing-masing.
Untuk kepentingan tersebut diatas, diperlukan data yang lengkap tentang peserta didik. Untuk itu disetiap sekolah perlu dilakukan pencatatan dan ketatalaksanaan kesiswaan,dalam bentuk buku induk, buku klapper, buku laporan keadaan siswa, buku presensi siswa, buku raport,daftar kenaikan kelas, buku mutasi, dan sebagainya.

D.    Keuangan
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.


Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di sekolah bersama dengan komponen-komponen yang lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu
1.      pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan;
2.       orang tua atau peserta didik;
3.       masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.
Berkaitan dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.
Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ketahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi,
1.      prosedur anggaran;
2.       prosedur akuntansi keuangan;
3.      pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian;
4.      prosedur investasi; dan
5.       prosedur pemeriksaan.
Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menagnut azas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah dalam hal ini, sebagi manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

E.     Sarana Prasarana
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan khususnya proses belajar mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat alat dan media pengajaran. Sarana yang digunakan dalam pendidikan harus memenuhi standar pendidikan agar kegiatan dsalam KBM dapat berjalan lancar. Karena apabila salah satu sarana kurang memenuhi standar maka akan berpengaruh pada kegiatan KBM yang pada akhirnya akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah dan lain lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar misalnya taman untuk pelajaran biologi maka komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan sarana pendidikan bertugas dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Manajemen sarana dan sarana pendidikan yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah.

F.     Hubungan Masyarakat
Pengertian Humas dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain sebagai berikut. Oemi Abdurrachman (1971) dalam B. Suryosubroto (2004: 155) menerangkan bahwa ”Humas ialah kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, goodwill, kepercayaan, penghargaan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat umumnya.” Pengertian di atas mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan Humas tak lain ialah kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari publik. Sedangkan Ibnoe Syamsi (1967), masih dalam sumber yang sama menyatakan bahwa ”Humas adalah kegiatan organisasi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar mereka mendukungnya dengan sadar dan sukarela.” Jika dipahami, pernyataan ini tidak jauh berbeda maknanya dengan pendapat sebelumnya yaitu pada intinya adalah kegiatan yang berkaitan dengan hubungan suatu badan dengan masyarakat.
Dari dua pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan Humas adalah kegiatan atau tindakan positif yang dilakukan dalam rangka merangkul masyarakat agar memberikan respon yang positif pula kepada organisasi tersebut.
Kegiatan yang disebut-sebut diatas merupakan kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman yang baik kepada masyarakat luas tentang tugas-tugas dan fungsi yang dipikul oleh organisasi, termasuk pula mengenai kegiatan-kegiatan yang sudah, sedang dan akan dikerjakan sesuai tugas dan fungsi organisasi itu. Keberadaan Humas sanagatlah penting dalam suatu organisasi kerja/instansi pemerintah termasuk di bidang pendidikan yaitu sekolah.
Mengenai hubungan sekolah dengan masyarakat, Mulyasa (2009: 50) menerangkan bahwa pada hakekatnya, hubungan sekolah dengan masyarakat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Sekolah merupakan sistem sosial dan merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar yaitu masyarakat. Keduanya memiliki hubungan yang erat dalam pencapaian tujuan sekolah dan sebaliknya sekolah juga harus menunjang tujutan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat khususnya di bidang pendidikan.
Depdiknas (2007: 28) menerangkan bahwa ”Esensi hubungan sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finansial.” Sebenarnya bukan hanya sekarang, namun sejak dahulu saat belum digalakkannya MBS sekolah telah membina hubungan dengan masyarakat tetapi mungkin intensitas dan ekstensitasnya masih kurang. Dengan demikian, yang perlu dilakukan sekarang adalah meningkatkan intensitas dan ekstensitas hubungan sekolah dengan masyarakat.
Kurikulum tahun 1975 dalam B. Suryosubroto (2004: 160) memaparkan kegiatan pengaturan hubungan sekolah-masyarakat mencakup beberapa hal yaitu: (1) mengatur hubungan sekolah dengan orang tua murid, (2) memelihara hubungan baik dengan Badan Pembantu Penyelenggara pendidikan, (3) memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga pemerintah, swasta dan organisasi sosial, (4) memberikan pengertian kepada masyarakat tentang fungsi sekolah, melalui bermacam-macam teknik komunikasi.
Melaui hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat diharapkan terjalin kerjasama yang saling menunjang tujuan masing-masing pihak termasuk untuk mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat itu sendiri, yaitu:
1.      Mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik.
2.      Meningkatkan kepedulian dan keterlibatan masyarakat dengan sekolah.
3.      Meningkatkan dukungan moral dan finansial masyarakat kepada sekolah.

G.    Layanan Khusus
H.    Standar Layanan Minimal Pendidikan
Kemdiknas telah menerbitkan regulasi baru yakni Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan dasar. SPM Pendidikan Dasar ini bertujuan untuk peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan SD/MI dan SMP/ MTs.
SPM pendidikan dasar dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan Kandepag untuk MI dan MTs secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. SPM diharapkan mampu mempersempit kesenjangan mutu pendidikan  yang kedepannya juga diharapkan berimplikasi pada mengecilnya kesenjangan sosial ekonomi.
SPM mulai diberlakukan tahun 2011 dengan tahapan rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah pelatihan guru dan tenaga pendidik. Maka diharapkan dalam waktu tiga tahun atau pada tahun 2013 seluruh SD/MI dan SMP/MTs sudah melaksanakan SPM.
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan  ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Penerapan SPM dimaksudkan untuk memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah terpenuhi kondisi minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang memadai.
SPM Pendidikan meliputi layanan-layanan:
a.       yang merupakan tanggung-jawab langsung Pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi tugas pokok dan fungsi dinas pendidikan untuk sekolah atau kantor departemen agama untuk madrasah (misalnya: penyediaan ruang kelas dan penyediaan guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun kompetensi);
b.       yang merupakan tanggung-jawab tidak langsung Pemerintah Kabupaten/Kota c/q Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama - karena layanan diberikan oleh pihak sekolah dan madrasah, para guru dan tenaga kependidikan, dengan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kantor Kementerian Agama (contoh: persiapan rencana pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa terjadi di sekolah, dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota).
SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota oleh Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama dalam menyelenggarakan layanan pendidikan. SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai hal yang harus disediakan dan dilakukan oleh dinas pendidikan, sekolah/madrasah untuk memastikan bahwa pembelajaran bisa berjalan dengan baik.
SPM menyatakan dengan jelas dan tegas kepada warga masyarakat tentang tingkat layanan pendidikan yang dapat mereka peroleh dari sekolah/ madrasah di daerah mereka masing-masing. SPM tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan tahapan menuju pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP).  
Dengan ditetapkannya SPM Bidang Pendidikan Dasar maka setiap daerah perlu menyusun perencanaan program/kegiatan untuk mencapai SPM. Untuk mengukur sejauh mana kinerja dinas pendidikan telah mencapai SPM atau belum maka dinas pendidikan perlu melakukan pemetaan terhadap kinerja layanan dinas pendidikan/depag serta sekolah-sekolah (SD/MI dan SMP/MTs). Dari pemetaan tersebut diketahui kinerja mana yang belum mencapai SPM dan kinerja mana yang sudah mencapai SPM.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dinas pendidikan perlu menganalisis pencapaian masing-masing indikator yang tercantum dalam standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan. Hasil analisis kondisi pencapaian SPM digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan, program, kegiatan dan juga pembiayaan ketika menyusun dokumen rencana strategis pencapaian SPM.
Dengan demikian dalam mengembangkan rencana peningkatan mutu pendidikan setiap kabupaten/kota perlu memperhatikan kondisi pencapaian SPM di daerah masing-masing. Setiap tahun program pencapaian SPM perlu dilaksanakan sampai SPM benar-benar tercapai. Pelaksanaan dan capaian program juga di monitor dan dievaluasi sehingga diketahui indikator apa saja yang belum dicapai, dan berapa perkiraan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM. Sehingga diharapkan semua kabupaten/kota telah mencapai SPM pada tahun 2014.
Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar merupakan kewenangan kabupaten/kota. di dalamnya mencakup:




a. Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Kabupaten/Kota:
  1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil.
  2. Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis.
  3. Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik.
  4. Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru.
  5. Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan.
  6. Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran.
  7. Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.
  8. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%.
  9. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
  10. Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik.
  11. Di setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik.
  12. Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik.
  13. Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif.
  14. Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
b. Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Satuan Pendidikan
Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik.
  1. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik.
  2. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA.
  3. Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi.
  4. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan.
  5. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut : (a) Kelas I – II : 18 jam per minggu; (b) Kelas III : 24 jam per minggu; (c) Kelas IV – VI : 27 jam per minggu; atau  (d) Kelas VII – IX : 27 jam per minggu.
  6. Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku.
  7. Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya.
  8. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik.
  9. Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester.
  10. Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik.
  11. Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester.
  12. Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).
Selain jenis pelayanan pendidikan di atas,  di kabupaten/kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi daerah.


I.       Evaluasi Diri
Evaluasi diri sekolah adalah proses yang mengikutsertakan semua pemangku kepentingan  untuk membantu sekolah dalam menilai mutu penyelenggaraan pendidikan berdasarkan indikator-indikator kunci yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Melalui EDS kekuatan dan kemajuan sekolah dapat diketahui dan aspek-aspek yang memerlukan peningkatan dapat diidentifikasi.
Proses evaluasi diri sekolah merupakan siklus, yang dimulai dengan pembentukan TPS, pelatihan penggunaan Instrumen, pelaksanaan EDS di sekolah dan penggunaan hasilnya sebagai dasar penyusunan RPS/RKS dan RAPBS/RKAS.
TPS mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk menilai kinerja sekolah berdasarkan indikator-indikator yang dirumuskan dalam Instrumen. Kegiatan ini melibatkan semua  pendidik dan tenaga kependidikan di  sekolah  untuk memperoleh informasi dan pendapat dari seluruh pemangku kepentingan sekolah. EDS juga akan melihat  visi dan misi sekolah. Apabila sekolah belum memiliki visi dan misi, maka  diharapkan kegiatan ini akan memacu sekolah membuat atau memperbaiki visi dan misi dalam mencapai  kinerja sekolah yang diinginkan.
Hasil EDS digunakan sebagai bahan untuk menetapkan aspek  yang menjadi prioritas dalam rencana peningkatan dan pengembangan sekolah pada RPS/RKS dan RAPBS/RKAS.Laporan hasil EDS digunakan oleh Pengawas untuk kepentingan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) sebagai bahan penyusunan perencanaan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota.Evaluasi Diri Sekolah (EDS) merupakan perangkat evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah.
EDS adalah evaluasi internal yang yang dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan (stakeholders) di sekolah untuk mengetahui secara menyeluruh kinerja sekolah dilihat dari pencapaian SPM dan 8 SNP dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti sehingga akan diperoleh masukan dan dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dalam upaya untuk menumbuhkan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Ada beberapa hal penting yang kita perhatikan disini:
  1. Evaluasi yang bersifat internal – dilakukan oleh dan untuk mereka sendiri, bukan dilaksanakan oleh orang lain. Ini adalah evaluasi internal, bukan evaluasi external oleh pihak luar.
  2. Akan mengevaluasi seluruh kinerja sekolah yang akan meliputi aspek-aspek manajerial dan akademis.
  3. Mengacu pada SPM dan 8 SNP yang hasilnya akan membantu program nasional dalam upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan secara umum.
  4. Untuk kepentingan sekolah itu sendiri, bukan untuk perbandingan dengan sekolah sekolah lain atau untuk akreditasi sekolah.
  5. Hasil EDS sebagai bahan masukan dan dasar dalam penulisan RPS/RKS maupun RAPBS/RAKS.
  6. Dilaksanakan minimal setahun sekali oleh semua stakeholder pendidikan di sekolah, bukan hanya oleh kepala sekolah/madrasah saja dengan bimbingan dan pengawasan Pengawas sekolah.
EDS di sekolah diperlukan sebab sampai sekarang belum ada satupun alat yang dapat dipakai oleh sekolah untuk memberikan gambaran umum dalam aspek SPM dan 8 SNP secara nyata, akurat dan berdasarkan bukti-bukti tentang seluruh kinerja sekolah sebagai dasar untuk membuat RPS/RKS dan peningkatan mutu professional seluruh pemangku kepentingan sekolah.
Walaupun sudah ada beberapa upaya evaluasi di sekolah, kebanyakannya adalah evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar, jadi sifatnya eksternal, untuk menilai sekolah – umpama untuk akreditasi, pemberian bantuan dsb. Dengan demikian kehadiran EDS amat diperlukan oleh sekolah karena evaluasi ini adalah evaluasi internal yang dilakukan oleh dan untuk sekolah sendiri gunamengetahui kekuatan dan kelemahannya sendiri – semacam cermin muka yang dapat dipakai dalam melihat kekuatan dan kelemahannya sendiri untuk selanjutnya dipakai dasar dalam upaya memperbaiki kinerjanya.
Hasil EDS juga dapat dipakai oleh Pengawas untuk laporan kepada pihak Dinas Pendidikan/Kantor Kemenag kab/kota melalui kegiatan “Monitoring Sekolah Oleh Pemerintah Daerah” (MSPD) sebagai masukan untuk dasar Perencanaan Peningkatan mutu Pendidikan dan dasar pemberian bantuan / intervensi ke sekolah sekolah.
EDS sebaiknya dilaksanakan oleh semua stakeholder atau pemangku pendidikan di sekolah sebab EDS bukan hanya tugas dan tanggung jawab kepala sekolah saja dan agar ada kebersamaan dan rasa memiliki bersama. Keterlibatan mereka juga diharapkan akan dapat memberikan gambaran akan kebutuhan nyata sekolah secara menyeluruh. Untuk menangani EDS ini sebaiknya sekolah membentuk satu tim EDS khusus yang bisa disebut Tim Pengembang Sekolah (TPS) dengan beranggotakan unsur-unsur dibawah ini:
  1. Kepala sekolah/madrasah sebagai penanggung jawab.
  2. Wakil dari unsur tenaga pendidik.
  3. Wakil dari unsur Komite Sekolah.
  4. Wakil dari unsur orang tua peserta didik.
  5. Pengawas sebagai pihak yang memberi bimbingan.
Karena kedudukannya, Pengawas bisa dianggap sebagai anggota TPS atau bukan anggota TPS. Yang penting adalah dia terlibat dalam EDS di sekolah yang menjadi binaannya dalam memberikan bimbingan dan masukannya dalam pelaksanaan EDS. Pelaksanaan EDS dilapangan juga melibatkan para tenaga pendidik lainnya di sekolah, khusunya ketika membicarakan standar-standar yang berhubungan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar. Dengan demikian EDS dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah dan bukan hanya tanggung jawab kepala sekolah saja.
Beberapa manfaat EDS:
a.    Bagi Sekolah:
1.      Sekolah mempunyai alat atau instrument internal yang dapat dipakai untuk mengevaluasi kinerjanya.
2.       Sekolah dapat mengetahui sampai dimanakah tingkat pencapaian mereka dilihat dari SPM dan SNP.
3.      Sekolah dapat mengatahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti.
4.      Sekolah dapat mengetahui dengan pasti dan dapat memprioritaskan aspek mana yang memerlukan peningkatan.
5.      Sekolah dapat memperoleh dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dan RAPBS/RAKS berdasarkan kebutuhan nyata sekolah, bukan atas dasar asumsi atau perkiraan saja.
6.       Sekolah dapat mengetahui perkembangan upaya peningkatan mutu pelayanan mereka sebab EDS dilakukan secara berkala.
b.    Bagi Sistem Pendidikan di Kab/Kota:
1.      Diperolehnya informasi kongkrit keadaan umum sekolah dalam  pencapaian SPM dan 8 SNP.
2.      Terdapatnya gambaran umum secara pasti tentang kinerja sekolah-sekolah ditingkat kab/kota.
3.      Adanya dasar untuk kegiatan perencanaan ditingkat kab/kota serta dasar pemberian bantuan ke sekolah-sekolah di daerah itu.
4.       Hasil EDS ini dijadikan dasar untuk laporan ke jajaran ditingkat kab/kota melalui kegiatan ”Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah” – MSPD- yang dilakukan oleh para Pengawas Sekolah.
Beda EDS dengan Evaluasi-evaluasi Lain
a.      EDS adalah evaluasi diri yang bersifat internal yang dilaksanakan oleh para stakeholder di sekolah tersebut.
b.      EDS dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri dan dipakai sebagai dasar untuk membuat RPS/RKS dan RAPBS/RAKS.
c.      EDS dilaksanakan bukan untuk memberikan peringkat atau ranking sekolah dibanding dengan sekolah lainnya.
d.      Evaluasi-evaluasi lainnya biasanya bersifat eksternal yang dilakukan oleh pihak luar lebih untuk kepentingan mereka bukan kepentingan sekolah.
f.       Karena EDS adalah evaluasi internal untuk dasar peningkatan mutu mereka maka evaluasi biasanya akan lebih jujur sebab keadaan itu akan dijadikan dasar pelaksanaan upaya peningkatan kinerja mereka.
Sekolah mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya sebagai dasar penyusunan rencana  pengembangan lebih lanjut.

Keuntungan yang diperoleh dari EDS:
a.       Sekolah mampu mengenal peluang untuk memperbaiki mutu pendidikan,  menilai keberhasilan  upaya peningkatan, dan melakukan penyesuaian program-program yang ada.
  1. Sekolah mampu mengetahui tantangan yang dihadapi dan mendiagnosis jenis kebutuhan yang diperlukan untuk perbaikan.
  2. Sekolah dapat mengetahui tingkat pencapaian kinerja berdasarkan 8 SNP.
  3. Sekolah dapat menyediakan laporan resmi kepada para pemangku kepentingan tentang kemajuan dan hasil yang dicapai.